Jumat, 02 Maret 2012

Konsep PANOTO MULI Part II



Sekilas Tentang Modernisasi  

Pada hakekatnya modernisasi termasuk bagian penting dari proses sosial. Moderniasi sering diartikan sebagai perubahan total dari masyarakat tradisional menuju suatu masyarakat yang maju. Tradisional adalah kebiasaan yang diajarkan secara turun-temurun yang memiliki ciri khas dan karakteristik daerah tertentu. Adapun faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan kebudayaan dan sosial ekonomis masyarakat dibelbagai belahan bumi ialah proses modernisasi. Dengan hadirnya modernisasi akan dapat membawa perubahan dengan harapan bahwa perubahan ini akan dapat menghasilkan pelbaikan nasib. Pengaruh modernisasi dalam bidang kesenian adalah tampilnya ragam jenis seni yang bermuara pada pemanfaatan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern itu sendiri seperti yang ditemukan dalam seni pertunjukan kontemporer.

Seni Pertunjukan Kontemporer   

Seni adalah ilmu pengetahuan. Pertunjukan adalah Keseniannya atau hasilnya. Seni pertunjukan adalah penggabungan dari pelbagai ragam seni antara lain Teater Kontemporer, Tari kontemporer, Musik Kontemporer. Kontemporer tumbuh dan berkembang pada masa re-naisance (kelahiran kembali) kontemporer Berasal dari kata tempo atau waktu pada masa kini atau dewasa ini. Berbicara masalah kontemporer konteksnya lebih kepada kekinian atau modern. Dalam seni pertunjukan modern cerita klasik tersebut di rombak, memutar balikan fakta sesuai konteks kekinian, dan perubahannya bisa saja dilihat dari perubahan kostum, sett, properti, lakon, make up, dan bahasa. Pemeranan yang tidak lagi melihat latar belakang waktu, tempat dan peristiwa lampau melainkan peristiwa kekinian. Tetapi konvensi masa lalu tidak dibuang melainkan sebagai dasar pijakan, Dunia seni pertunjukan kontemporer membebaskan sutradara, kreografer dan komposer berhadapan dengan hampir semua kehidupan tanpa batas, yang membawanya pada kegelisahan eksistensial yaitu kegelisahan sebagai tantangan yang mendebarkan. Bukankah kesenian itu tidak pernah berdiri lepas dari masyarakatnya? sebagai salah satu bagian yang penting dari kebudayaan kita, kesenian adalah ungkapan kreativitas dari kebudayaan itu sendiri. Masyarakat yang menyangga kebudayaan - dan dengan demikian juga kesenian – mencipta, memberi peluang untuk bergerak, memelihara, menularkan, mengembangkan dan kemudian menciptakan kebudayaan baru lagi. (Umar Kayam; 1980:38-39). Dalam kontemporer tidak ada pertanyaan yang terjawab secara otomatis, tidak ada gaya yang wajib dianut, tidak ada penafsiran yang selalu benar. Jean Paul Sartre mengatakan bahwa manusia mendapat hukuman dengan hidup secara bebas. Dalam konteks pertunjukan, teater kontemporer kita temukan dalam lakon klasik. Seperti halnya di Negeri Eropa kita mengenal kisah cinta “Romeo dan Juliet” yang melalui peperangan dan pertumpahan darah, pada akhirnya Romeo dan Juliet mati bunuh diri dengan meminum racun karena cinta mereka terhalang oleh perbedaan kelas. Tetapi jauh sebelum itu di tanah Kaili juga memiliki kisah cinta, yang dikenal dengan mitologi “Tomanuru”, Dalam mitos tersebut dikisahkan bahwa perempuan jelmaan dewa yang disebut Tomanuru itu diperistri oleh Tomalanggai yang kemudian melahirkan seorang anak yang mewarisi kepemimpinan ayahnya. Karena kesaktian dan kepemimpinannya, anak hasil perkawinan Tomalanggai dan Tomanuru itu diberi gelar Tobaraka atau orang yang sakti. Di bawah kepemimpinan tunggal Tobaraka inilah kekuasaan kediktatoran mulai berubah dan menjadi cika-bakal dari lahirnya kerajaan-kerajaan di tanah Kaili. Peralihan kekuasaan antara periode Tomalanggai dan periode Tomanuru tidak melalui suatu peperangan dan pertumpahan darah, tetapi melalui perkawinan di antara mereka. Keturunan dari hasil perkawinan tersebut yang kemudian dipercaya menjadi pemimpin kerajaan-kerajaan di tanah Kaili selanjutnya.  




Tentang Periode Era Pra Sejarah
Tomalanggai dan Tomanuru

Periode era prasejarah ini muncul sebelum adanya masa kerajaan-kerajaan. Sejarah adalah sebuah peristiwa masa lampau. Secara harfiah kisah Tomalanggai dan Tomanuru sudah ada jauh sebelum adanya raja dan kerajaan-kerajaan di tanah Kaili. Dalam tulisan dan penelitian sejarah, periode era prasejarah to ri Kaili terbagi dalam dua periode, yakni periode Tomalanggai dan Periode Tomanuru. Pada periode Tomalanggai kekuasaan dalam bentuk kerajaan belum terlihat, manusia pada masa ini belum mengenal pakaian selain cawat dari kulit kayu yang bagi laki-laki disebut Tembeba dan untuk perempuan disebut Pewo. Pada periodesasi ini, manusia prasejarah yang masih bermukim dipuncak pegunungan mulai menuruni lembah dan hidup dalam kelompok-kelompok kecil. Kekuasaan pada era ini bersifat kediktatoran, di mana seseorang yang memiliki keberanian dan kemampuan untuk menaklukkan yang lainnya maka dialah yang menjadi pemimpin. Kepemimpinan berdasarkan penaklukan yang dimiliki oleh seorang laki-laki, yang kemudian disebut Tomalanggai, menjadi bentuk kekuasaan pertama pada era prasejarah To Kaili.

Pada priode Tomanuru masyarakat prasejarah Tomanuru mengalami perubahan besar ketika mulai mempercayai adanya kekuatan besar dan lebih tinggi dari manusia. Perubahan besar itu ditandai dengan munculnya mitos Tomanuru atau manusia perempuan yang dianggap jelmaan dewa dari kayangan, yang menjelma dari serumpun bambu kuning emas (bolovatu bulava). yakni hadir/muncul dari bambu kuning keemasan. Namun dari penemuan data-data baik melalui internet, buku-buku bacaan, serta makalah-makalah mengenai Tomanuru begitu beragam versinya. Ada yang keluar dari batu, ada dari pohon, dari ikan dan bahkan ada juga yang turun dari khayangan hinggap dan duduk di pohon Kaili. Tomanuru dalam bahasa kaili dikenal dengan sebutan Topebete,  

Berangkat dari ilmu pengetahuan
Antropolog, Folklor dan Semiotika.

Ilmu Pengetahuan adalah kajian yang merupakan salah satu dari buah pemikiran manusia, yakni antropolog, folklor dan semiotika. Secara harfiah antropologi berasal dari dua kata bahasa Yunani anthropos yang berarti manusia dan logos yang berarti ilmu. Antropologi ialah disiplin ilmu yang menelaah seluk-beluk umat manusia. Sementara folklor meliputi legenda, musik, sejarah lisan, pepatah, lelucon, takhayul, dongeng, dan kebiasaan yang menjadi tradisi dalam suatu budaya, subkultur, atau kelompok. Folklor juga merupakan serangkaian praktik yang menjadi sarana penyebaran berbagai tradisi budaya. Bidang studi yang mempelajari folklor disebut folkloristika. Istilah folklor berasal dari bahasa Inggris, folklore, yang pertama kali dikemukakan oleh sejarawan Inggris William Thoms dalam sebuah surat yang diterbitkan oleh London Journal pada tahun 1846. Folklor berkaitan erat dengan mitologi. Ilmu semiotika yang dikenal dengan hukum tanda-penanda. Mengiat bahwa sejarah berkait erat dengan pendidikan maka perlu kiranya kita menengok dan melacak sejauh manakah ajaran itu masih dan memang ada dilingkungan masyarakat dan lembaga pendidikan Bila dikaji dari sisi antropologi, zaman era prasejarah Tomalanggai bermula pada era mesolitikum, yakni era peralihan dari peradaban batu tua (paleolithikum) menuju pada era peradaban batu muda (neolithikum). Zaman ini ditandai dengan kehidupan manusia yang belum hidup menetap atau berpindah-pindah dikenal dengan sebutan primitif atau manusia purba yang hidup di zaman batu, beberapa benda-benda bersejarah terpajang rapih di museum Propinsi Sulawesi Tengah, yakni kapak batu dengan belbagai bentuk yang berbeda. Bila dianalisis dengan kajian filsafat logika dapat dirunut turunya Tomanuru ke bumi pada zaman prasejarah akhir neolithikum dan zaman perunggu besi, pada zaman inilah dewa kayangan menurunkan Tomanuru ke bumi.


Pembenturan Mitologi
Tomalanggai dan Tomanuru dengan Konteks kekinian

Mitologi ialah penyelidikan terhadap mitos atau hikayat-hikayat (dongeng-dongeng) tentang dewa-dewa/roh atau mahluk halus. Mitos itu sendiri berhubungan dengan kepercayaan primitif tentang kehidupan alam gaib. Mitologi Tomanuru diadaptasi kembali menjadi “:Panoto Muli”. Dalam naskah “Panoto Muli” Tomalanggai hanyalah simbol dari manusia itu sendiri, yang memiliki sifat berani, disegani, keras dan tegas. Sementara Tomanuru bukan lagi titisan dewa dalam wujud manusia yang keluar dari bambu kuning keemasan, bebatuan, pepohonan dan ikan melainkan sebuah pertunjuk atau intuisi, bisikan hati yang diberikan Tuhan, dalam kata lain sering dikenal dengan sebutan ilham. Masuk ke dalam pikiran manusia, sehingga melahirkan ide-ide atau gagasan-gagasan menciptakan sebuah teknologi. Ini bisa dibuktikan dengan kemunculan Tomanuru dari bambu, batu, pohon dan ikan. Kemunculan Tomanuru dari perwujudan benda-benda ini telah melahirkan sebuah teknologi, yakni munculnya kalung berbentuk kelamin perempuan yang terbuat dari perunggu to ri Kaili menyebutnya tai ganja.           

“Panoto Muli” naskah sutradara M.Noerdianza berangkat dari realitas sosial masyarakat Kota Palu yang mayoritas didiami oleh suku Kaili. Alangkah primitifnya pemikiran kita mencipta konflik sesama suku, antar saudara, sedarah, sekeluarga. Apa yang patut kita banggakan dari peristiwa kalah dan menang? Kehormatan, harga diri. Sah-sah saja mempertahankan kehormatan dan harga diri.. itu penting, tetapi kita juga harus tahu di mana kita harus menempatkannya. Konflik berkepanjangan sesama suku hanya melahirkan sebuah penyesalan yang mendalam. Anak kehilangan Bapak, Bapak kehilangan saudara kandung, ibu kehilangan anak dan suami, bahkan rumah tempat peristrahatan. Bukankah kita sendiri menyadari bahwa hidup ini hanya sebuah titipan, manusia tidak ada yang kekal dan abadi, hanya sang pengukir bumilah satu-satunya pemilik bumi ini. Sebab hakekat dari hidup itu sendiri bagaimana manusia saling menghormati sesamanya dan manusia dengan penciptanya.

Zaman modern ini hal apa saja bisa dilakukan. Tapi sangat disayangkan lebih banyak melahirkan pemikiran negatif ketimbang pemikiran positif. Menciptakan senjata digunakan untuk saling membunuh. Ini sama halnya dengan pemikiran manusia purba. Zaman saja yang berubah tapi pemikiran-pemikiran kita masih sangat primitif suka meniru dan ikut-ikutan masa bodoh apakah itu buruk adanya. Kesenian bukan semata media hiburan, melainkan sebagai naskah dan dakwah, sebagai media penyadaran, media penyampai pesan dan media pendidikan. Apalah artinya kesenian bila terlepas dari derita lingkungannya.               

Semiotika dalam naskah “Panoto Muli”

Seperti yang telah dipaparkan di atas bahwa semiotika adalah hukum tanda dan penanda. Serta aliran, gaya, dan bentuk pemanggungan kontemporer. Tetapi konvensi masa lalu tidak dibuang melainkan sebagai dasar pijakan. Misalnya; penghadiran dua tokoh Tomalanggai dan Tomanuru. Kedua tokoh inilah yang dijadikan dasar pijak mencipta tanda-penanda dalam “Panoto Muli” naskah sutradara M. noerdianza, bahwa Tomalanggai sebagai gambaran manusia itu sendiri. Penghadiran Cahaya melalui LCD Proyektor adalah simbol turunnya Tomanuru atau ilham, yang merubah pola pikir manusia tradisi (kebiasaan yang diajarkan secara turun-temurun ) menjadi modern, yang di visualkan melalui transisi tubuh purba ke tubuh modern. Menggambarkan peristiwa tubuh purba saat beraktivitas dan tubuh purba saat berburu. Sementara pengkajian melalui folklor tidak ditemukan data-data tertulis gaya bahasa maupun dialog di era prasejarah Tomalanggai. Penulis tidak serta-merta membuat bahasa tersebut, melainkan juga melalui observasi, ada


yang bilang bahasa Kaili dulu hanya 2 huruf, yakni “Ai” berkembang menjadi “Iya”, lalu kemudian menjadi “Ai iya”. (nara sumber Kais). Ada juga yang mengatakan bahasa Kaili itu seperti penggabungan 4 bahasa, yakni Arab, Cina, Jepang dan India. (nara sumber Djaludin) Dari ke 4 bahasa ini penulis mencoba menggabungkan garis besarnya saja dari ragam bahasa tersebut misalnya; dalam bahasa arab lebih menekankan kata ‘Qa’, dan ‘Kha’. Sementara dalam bahasa cina lebih kepada ‘Ci’, Jepang ‘Haii’ dan India ‘Ceiya’ dan ‘nehy’. Alasan penciptaan bahasa baru ini bukan semata mencari sensasi ataupun sebagainya ini dikarenakan tidak adanya data-data peninggalan sejarah tertulis mengenai gaya bahasa zaman era pra sejarah Tomalanggai. Jadi menurut penulis sah-sah saja mencipta dan membuat kembali bahasa baru kemudian disepakati bersama Aktor dan Sutradara. Bukankah bahasa tercipta melalui sebuah kesepakatan? Sementera penghadiran gerak tari antara Tomalanggai dan Tomanuru sebagai simbol dari sifat manusia yang hidup berawal pada peniruan dan penanda kesetaraan antara kaum perempuan dan laki-laki. Serta proses penciptaan ide/gagasan antara manusia dengan pikirannya. Bunyi suara bayi menangis. sebagai simbol berhasilnya proses penciptaan, divisualkan melalui gedung-gedung, Senjata, Parang, Panah, Sumpit.

Lahirnya benda-benda dari hasil penciptaan melalui ide/gagasan atau ilham seperti sumpit, panah, senjata dan parang, malah digunakan untuk membunuh sesama. Dengan anggapan biar dibilang pemberani, biar disegani, biar dibilang hebat, merasa diri benar, tidak mau mengalah dan merasa diri lebih berkuasa. Zaman modern hanya nampak pada perkembangan teknologi, dengan hadirnya gedung-gedung, jembatan dan sebagainya tetapi pada pemikiran individu manusia masih sangat primitif. Contoh kasus yang sering terjadi dalam realitas sosial kita di Kota Palu, perkelahian sesama suku. Tanpa kita sadari apa bedanya kita dengan manusia primitif.


Senin, 27 Februari 2012

Pentingnya Mengembangkan Kearifan Budaya Lokal



Proses Kreatif Teater Melalui Karya Lakon

Moh. Noerdianza



Budaya lokal tradisi Sulawesi Tengah dikenal dengan sejarah tutur. Ini terbukti tidak adanya temuan para ahli arkeolog dan antropolog mengenai peninggalan tertulis, yang ada hanyalah peninggalan batu tua arca menhir sebagai warisan budaya, yang disebut zaman megalitikum. Bermula dari era mesolithikum (era peralihan dari peradaban batu tua yang di sebut paleolithikum menuju pada era peradaban batu muda neolithikum). (Rusdy Mastura, 2008). Di lembah-lembah tersebut rata-rata patung batu tertanam di tanah dengan bentuk yang unik sebagai perwujudan tokoh yang dianut ataupun disegani. Sebagai contoh, patung Tadulako dari lembah Besoa, (simbol panglima perang) pada bagian dada, mata bulat melotot, memakai ikat kepala (pekabalu) dan bagian pelipis terdapat benjolan yang menunjukkan telinga, tangan mengarah ke phallus (alat kelamin) yang menonjol. Menurut mitos diyakini sebagai simbol panglima perang dan nenek moyang, sehingga masing-masing diberikan sesaji untuk mendapatkan berkah. Begitu pula dengan Kalamba (tempat mandi raja) juga dari lembah Besoa, Kecamatan Lore, Kabupaten Poso. Badan Kalamba dihiasi pola hias melingkar dan motif hias hewan. Satu lagi patung yang unik adalah Palindo, replica arca menhir yang terdapat di Situs Padang Sepe, lembah Bada. Patung Palindo dianggap masyarakat sebagai penghibur, yakni perwujudan nenek moyang yang bernama Tasologi yang mampu mengangkat rakyat Bada melawan suku Musamba. Arca ini miring sekitar 30 derajat dengan tinggi 400 cm. Cerita mitos akan lebih menarik apabila ditansformasikan kembali dalam bentuk naskah memperkenalkan kepada khalayak bahwa Sulawesi Tengah memiliki warisan budaya zaman megalitikum. Yudiaryani mengemukakan betapa pentingnya proses transformasi sastra lisan menjadi karya lakon untuk dilestarikan mengingat betapa kayanya negeri ini akan hal itu. 



Berkembangnya zaman berkembang pula pemikiran-pemikiran terhadap seni pertunjukan kreatif. Cerita rakyat yang juga disebut dengan cerita klasik, dalam konteks seni pertunjukan kreatif tidak lagi dipentaskan seolah-olah seperti wujud aslinya, melainkan dijadikan dasar pijakan untuk menciptakan sesuatu yang “baru”. Seperti halnya di negeri Eropa, kita mengenal kisah cinta “Romeo dan Juliet”, “Oidipus”, di Indonesia kita mengenal cerita klasik wong Jowo “Roro Mendut”, pada dewasa ini cerita klasik tersebut di rombak, memutarbalikkan fakta sesuai konteks ke-kinian, dan perubahannya bisa saja dilihat dari perubahan kostum, sett, properti, lakon, make up, pemeranan yang tidak lagi melihat latar belakang waktu, tempat dan peristiwa lampau melainkan peristiwa ke-kinian. Tetapi konvensi masa lalu tidak dibuang melainkan sebagai dasar pijakan. Sebelumnya, WS. Rendra, Arifin C. Noer, Teguh Karya, Sardono dan lain-lain. Sudah menghidupkan jiwa-raga tradisi yang akan sesat kalau dicari asal muasalnya ke Barat (Ign Arya Sanjaya, 2009:12).



Dalam disiplin ilmu pertunjukan mengembangkan tradisi budaya lokal ke dalam konteks ke-kinian disebut seni pertunjukan kontemporer. Kontemporer berasal dari kata tempo atau waktu pada masa kini atau dewasa ini. Maka dalam kontemporer tidak ada pertanyaan yang terjawab secara otomatis, tidak ada gaya yang wajib dianut, tidak ada penafsiran yang selalu benar. Jean Paul Sartre mengatakan bahwa manusia mendapat hukuman dengan hidup secara bebas. Dunia teater membebaskan sutradara, kreografer, komposer berhadapan dengan hampir semua kehidupan tanpa batas, yang membawanya pada kegelisahan eksistensial, yaitu kegelisahan yang mengerikan sebagai tantangan yang mendebarkan. Memang kegiatan teater di Indonesia juga ada yang berkiblat ke teater Barat sebagaimana yang dilakukan ATNI, lewat Asrul Sani, Teguh Karya dan Wahyu Sihombing. Tetapi yang lebih tegas dan deras adalah akar teater tradisi (Ign Arya Sanjaya, 2009:13).



Adanya karya-karya lakon yang berangkat dari budaya lokal sebagai batu loncatan bagi para seniman lokal dan pemerhati seni memperkenalkan dan melestarikan kebudayaannya melalui seni pertunjukan teater. Sebab Kesenian itu sendiri tidak pernah berdiri lepas dari masyarakat sebagai salah satu bagian yang penting dari kebudayaan. Bagaimanapun kebudayaan tidak dapat dilepaskan dari ruang, di mana kebudayaan itu dibangun, dipelihara, dan dilestarikan, atau bahkan diubah (Umar Kayam, 1980:38-39).

Sabtu, 25 Februari 2012

Konsep Pertunjukkan "PANOTO MULI"



SENI PERTUNJUKAN
 KONTEMPORER
BERBASIS TRADISI

Pengantar

Indonesia adalah “potret” sebuah negeri yang memiliki potensi seni pertunjukan  cukup besar. Kebhinekaan dan kemajemukan daerah, etnis dan bahasa di Nusantara justru semakin mengukuhkan betapa beragamnya seni budaya kita. Kesenian bukan hanya semata hiburan, melainkan naskah dan dakwa, sebagai media penyadaran,  media pendidikan dan media renungan. Selain sebagai ungkapan ekspresi, seni pertunjukan juga menggunakan idiom-idiom kebudayaan Nasional sebagai alat artikulasi, seperti seni sastra modern, teater modern, tari kontemporer, seni lukis kontemporer. Persoalan sekarang faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan kebudayaan dan sosial ekonomis masyarakat diberbagai belahan bumi ialah proses modernisasi. Pada hakekatnya modernisasi termasuk bagian penting dari proses sosial. Moderniasi sering diartikan sebagai perubahan total dari masyarakat tradisional menuju suatu masyarakat yang maju. Dengan harapan bahwa perubahan ini akan dapat menghasilkan perbaikan nasib. Pengaruh modernisasi dalam bidang kesenian adalah tampilnya berbagai jenis seni yang bermuara pada pemanfaatan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern itu sendiri.

 

Bentuk Acara

Seni Pertunjukan Kontemporer Berbasis Tradisi berfokus pada kearifan budaya  lokal suku Kaili, mengangkat kisah mitologi dan Musik tradisi pesisir dan pedalaman 

Sanggar Seni yang Tampil

Sanggar seni Lentera kolaborasi dengan beberapa Komunitas, sanggar, kelompok seni yang ada di Kota Palu, yakni Anantovea, KST, Teater Copo, Technokrat 12, Teater 45, Sas Caraka, 3 in 1.




Pertunjukan Teater

Panoto Muli
Naskah sutradara M.Noerdianza

Panoto Mulinaskah sutradara M.Noerdianza berangkat dari mitologi Tomanuru, dan membenturkannya dengan konteks kekinian. Zaman modern ini hal apa saja bisa dilakukan. Tapi sangat disayangkan lebih banyak melahirkan pemikiran negatif ketimbang pemikiran positif. Menciptakan senjata digunakan untuk saling membunuh. Ini sama halnya dengan pemikiran manusia purba. Zaman saja yang berubah tapi pemikiran-pemikiran kita masih sangat primitif suka meniru dan ikut-ikutan masa bodoh apakah itu buruk adanya. Kesenian bukan semata media hiburan, melainkan sebagai naskah dan dakwah, sebagai media penyadaran, media penyampai pesan dan media pendidikan. Apalah artinya kesenian bila terlepas dari derita lingkungannya.              
Semiotika dalam naskahPanoto Muli
Semiotika adalah hukum tanda dan penanda. Gaya, aliran, dan bentuk pemanggungan kontemporer. Tetapi konvensi masa lalu tidak dibuang melainkan sebagai dasar pijakan. Misalnya; penghadiran dua tokoh Tomalanggai dan Tomanuru. Kedua tokoh inilah yang dijadikan dasar pijak mencipta tanda-penanda bahwa Tomalanggai sebagai gambaran manusia itu sendiri. Penghadiran Cahaya melalui LCD Proyektor adalah simbol turunnya Tomanuru atau ilham, yang merubah pola pikir manusia tradisi (kebiasaan yang diajarkan secara turun-temurun ) menjadi modern, yang di visualkan melalui transisi tubuh purba ke tubuh modern. Menggambarkan peristiwa tubuh purba saat beraktivitas dan tubuh purba saat berburu. Sementara pengkajian melalui folklor tidak ditemukan data-data tertulis gaya bahasa maupun dialog di era prasejarah Tomalanggai. Dalam naskahPanoto MuliPenulis tidak serta-merta membuat bahasa, melainkan melalui observasi, ada yang bilang bahasa Kaili dulu hanya 2 huruf, yakni “Ai” berkembang menjadiIya”, lalu kemudian menjadi “Ai iya”. (nara sumber Kais). Ada juga yang mengatakan bahasa Kaili itu seperti penggabungan 4 bahasa, yakni Arab, Cina, Jepang dan India. (nara sumber Djaludin) Dari ke 4 bahasa ini penulis mencoba menggabungkan garis besarnya saja dari ragam bahasa tersebut misalnya; dalam bahasa arab lebih menekankan kataQa’, danKha’. Sementara dalam bahasa cina lebih kepadaCi’, JepangHaiidan India ‘Ceiyadannehy’. Alasan penciptaan bahasa baru ini bukan semata mencari sensasi ataupun sebagainya ini dikarenakan tidak adanya data-data peninggalan sejarah tertulis mengenai gaya bahasa zaman era pra sejarah Tomalanggai. Jadi menurut penulis sah-sah saja mencipta dan membuat kembali bahasa baru kemudian disepakati bersama Aktor dan Sutradara. Bukankah bahasa tercipta melalui sebuah kesepakatan? Sementara penghadiran gerak tari antara Tomalanggai dan Tomanuru sebagai simbol dari sifat manusia yang hidup berawal pada peniruan dan penanda kesetaraan antara kaum perempuan dan laki-laki. Serta proses penciptaan ide/gagasan antara manusia dengan pikirannya. Bunyi suara bayi menangis. sebagai simbol berhasilnya proses penciptaan, divisualkan melalui gedung-gedung, tombak, parang,Sumpit.
Lahirnya benda-benda dari hasil penciptaan melalui ide/gagasan atau ilham seperti sumpit, panah, senjata dan parang, malah digunakan untuk membunuh sesama. Dengan anggapan biar dibilang pemberani, biar disegani, biar dibilang hebat, merasa diri benar, tidak mau mengalah dan merasa diri lebih berkuasa. Zaman modern hanya nampak pada perkembangan teknologi, dengan hadirnya gedung-gedung, jembatan dan sebagainya tetapi pada pemikiran individu manusia masih sangat primitif. Contoh kasus yang terjadi dalam realitas sosial kita di Kota Palu, perkelahian sesama suku. Tanpa kita sadari apa bedanya kita dengan manusia primitif.

(M.Noerdianza)


SAKSIKAN PERTUNJUKKAN "PANOTO MULI"
SANGGAR SENI LENTERA

SABTU, 19 MARET 2012
PUKUL 19.30 WITA
TAMAN BUDAYA SUL-TENG
HTM Rp.15.000,-